Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Rabu, 11 Juni 2014

Membuat Naskah Drama




Aku buat naskah drama lho :D Sebenarnya ini tugas Sastra Indonesia dan kalau bukan karena tugas, pasti tidak akan selesai dan berhenti di tengah jalan. Ada yang tahu bagaimana cara menyembuhkan penyakit ini?
Oh, daripada kelamaan ... Silahkan dibaca dan ini masih amatir sih, tapi bagaimana komentar kalian?



Tiga Sekawan
Andi adalah salah satu murid yang tidak favorit di sekolah yang favorit. Dia tidak memiliki begitu banyak teman. Sehingga, tak banyak pula yang mengenalnya. Setiap hari, saat istirahat, dia selalu menghabiskan waktunya untuk membaca buku di perpustakaan . Bukan karena dia rajin membaca, tetapi, karena dia tidak memiliki cukup kawan untuk bermain dan tidak memiliki uang untuk pergi ke kantin.
Siang itu, Andi sudah berada di perpustakan sedang membaca buku berjudul “Bersepeda untuk Kebugaran”. Pada saat itu dia sedang asyik membaca, tiba-tiba ia mendengar suara kertas disobek. “Kreek”.
Andi : (penasaran dengan suara itu, berusaha memastikan, berjalan menuju asal suara) Apa yang dilakukan mereka? (mengintip di sela-sela buku di rak lain, dua teman lain kelasnya sedang menyobek kertas di salah satu buku milik perpustakaan sekolah)
Andi : Apa yang harus kulakukan? Apa aku harus menegur mereka? Ataukah aku harus melaporkan kepada petugas perpustakaan? (tanyanya dalam hati).

Andi bingung, ia kembali ke bangkunya lagi. Namun, dia berusaha tidak menghiraukan peristiwa itu. Ternyata, hal itu tidak terjadi sekali saja. Beberapa kali Andi melihat kejadian itu. Kali ini Andi merasa perlu menxari tahu.
Andi : Hari ini mereka tidak ke sini. Aku harus tahu apa yang mereka sobek. (menuju rak tempat buku yang diobek mereka)
Andi : Ini adalah rak pertama, aku harus menemukan bukunya. Dimana ya...? (membuka-buka buku satu persatuu) Nah! Ini dia!
Andi : Aku harus ke rak berikutnya. (begitu seterusnya, hingga Andi dapat membawa semua buku)
Andi : “Sejarah Kota Kembang”, “Dia yang Menumpuhkan Darah Rakyat”, “Rusaknya Stabilitas Negara”, “Sang ‘Desroyer’”, “Antara Politik dan Kesetiakawanan”, “Lebih Baik Bungkam daripada Dibungkam”, “Surat dari Tanah Merah”, “Ibu... Aku Buta Karenamu”. (Andi semakin bingung dengan judul-judul buku ini, kemudian dia membalik-balik bagian yang disobek)

Saat Andi membuka semua buku di bagian yang tersobek, ternyata Petugas Perpustakaan (PP) melihatnya dan memperhatikan.
PP : (melihat Andi) Andi! Kamu apakan buku-buku itu!
Andi : e...e... saya ndak tahu. Saya dapat buku ini sudah begini, Bu.
PP : Tapi kenapa semua? Apa ini kebetulan semua? Jelaskan!
Andi : e..e... (Andi bingung menjelaskannya)
PP : Nah, kamu tidak bisa menjelaskan kan?
Andi : Tapi, bukan saya yang melakukan ini, Bu. Betul.
PP : Saya ndak mau tahu, kamu sudah tertangkap basah merusak buku milik perpustakaan. Menurut peraturan, kamu harus menggantinya, maksimal sebelum kamu mendapatkan ijazah.
Andi : Tapi... Bu... (belum sempat menjelaskan, PP sudah pergi dengan raut wajah marah, setelah mencatat buku yang ada di hadapan Andi. )
Kebingungan Andi semkain bertambah. Antara penasaran dengan perilaku mereka dan berusaha mencari tahu, bingung harus bertanggung jawab atas perbuatan yang tidak dilakukannya.
Andi memutuskan untuk mencari tahu apa yang dilakukan kedua temannya tersebut sebelum memberi pertanggungjawaban pada PP. Esoknya, ia datang ke perpustakaan seperti biasanya dan melihat kedua temannya sedang sibuk membuka-buka halaman.
Andi : (berdiri di belakang kedua temannya)
Anak 1 : Tidak, bukan ini ...
Anak 2 : Kelihatannya masih berhubungan ‘kan? Cepatlah, sebelum petugas yang galak itu tahu.
Anak 1 : Tidak, cari buku yang lain. (berbalik hendak mencari buku lain. Namun kakinya menginjak kaki Andi)
Andi : Aduh! (Refleks meloncat-loncat sambil memegang kaki kanannya)
Anak 1 : Whoa! (terkejut melihat Andi)
Anak 2 : Whoa! (ikut terkejut) Hei, apa yang kau lakukan disini?!
Andi : Eh ... aku mau mencari buku .. (berlagak linglung)
Anak 1 : Kau menguping pembicaraan kami?
Andi : Maaf, aku tak sengaja mendengarnya. Sepertinya kalian kebingungan. Ada yang bisa kubantu?

Anak 1 dan Anak 2 berpandangan, saling memberi isyarat.
Anak 1 : (berbisik pada temannya) Menurutku dia bisa dipercaya.
Anak2 : Dia sengaja menguping!
Anak1 : Lihat, dia memakai kacamata bingkai tebal, pakaiannya rapi dan terlihat rajin. Kutu buku sejati! Mungkin saja dia lebih pintar dari kita.
Anak2 : Maksudmu... Oh, baiklah. Terserah saja!
Anak 1 : (menatap Andi dan mengulurkan tangannya) Aku Erwan dan temanku ini Didit. Dia memang gampang marah tapi sebenarnya baik. Siapa namamu?
Andi : (menghela nafas) Aku Andi, teman sekelas kalian.
Erwan : Sungguh? Aku tak pernah melihatmu. (mengingat-ingat)
Andi : Sudah, tidak apa-apa. Jadi, apa yang kalian cari?
Erwan : Kami mencari buku sejarah.
Andi : Mengenai apa? Seingatku tidak ada tugas sejarah.
Erwan : Memang kami tidak sedang mencari tugas, tapi hanya sekedar ingin tahu. Kau tahu buku pemerintahan lama orbar?
Andi : Buku sejarah ada di rak ketiga dari sana.
Erwan : Ya, tapi kami belum menemukan petunjuk penting.
Andi : Petunjuk apa?

Didit merasa tidak nyaman dengan percakapan ini dan memutuskan menghentikan Erwan.
Didit : Aku tak butuh bantuannya, Er.
Erwan : Kenapa? Bukankah bagus, kita bisa mendapat faktanya lebih cepat.
Didit : Sudahlah. Jangan seret dia dalam masalah ini.
Erwan : Tenanglah. Aku cuma meminta bantuannya untuk membantu mencari informasi.

Andi semakin penasaran. Ia tidak mau menyerah mencari tahu apa yang sebenarnya mereka
cari.
Andi : Aku tidak keberatan kok kalian minta bantuanku. Kalau perlu aku akan merahasiakannya.
Erwan : Lihat. Sudah kubilang dia bisa dipercaya.
Didit : Tapi aku tidak sependapat. Dia orang baru! Kau tidak bisa begitu saja percaya!
Erwan : Dit, sejujurnya aku ragu apakah kita bisa menemukan kebenarannya jika cuma berdua. Satu-satunya jalan adalah mencari anggota yang lebih pintar.
Didit : Memang kau tahu apa soal dia? (menunjuk-nunjuk Andi) Kenal saja barusan, kau mau cari masalah?!
Andi : (kebingungan) Maaf, tapi sebentar lagi bel. Biar kucarikan buku yang sekiranya kalian butuhkan.
Erwan : (tersenyum pada Andi) Ya.

Sementara Erwan menenangkan Didit, Andi mencari buku-buku sejarah yang kelihatannya sudah agak usang. Andi merasa tertarik dan ia harus ikut dalam rencana kedua temannya itu. Ia kembali dan menyerahkan buku-buku itu pada Erwan.
Erwan : Makasih. Nah .... (membuka-buka halaman, Andi dan Didit memperhatikan) Hm .. Ini informasi penting. (menyerahkan buku pada Didit. Didit menerima dan membacanya. Kemudian hendak menyobek buku itu)
Andi : Jangan, jangan disobek! (Suara Andi terlalu keras sehingga PP menoleh ke arah mereka. Dengan murka ia mendatangi kelompok Andi dan berteriak)
PP : Dilarang menyobek atau mencoret-coret halaman buku milik perpustakaan! (melihat Andi) Kau lagi! Mengulangi kesalahan kemarin!?
Didit : Kabuuur! (Berlari meninggalkan PP diikuti Erwan sementara Andi disidang di tempat, pasrah)

Sementara itu bel berbunyi dan murid-murid kembali ke kelas, termasuk Andi. Ia tak melihat Erwan dan Didit di kelas. Namun ada tulisan di buku catatannya. Andi diminta pulang sekolah nanti datang ke ruang Kimia untuk membahas masalah tadi.
Sepulang sekolah di ruang Kimia.
Andi : Harusnya mereka ada di sini (menegok ke kanan kiri) tapi tak ada siapa-siapa. Mereka kemana? (Ia melihat tumpukan kertas fotokopian di salah satu kolong meja dan membacanya. Ternyata itu lembaran fotokopian buku sejarah yang tadi dicarinya. Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki. Erwan datang diikuti Didit. Mereka bernafas sepotong-sepotong setelah berlarian)
Didit : (melihat kertas yang dipegang Andi) Tuh! Kau saja yang lupa meletakkannya!
Erwan : Untung, kukira tertinggal! (menarik kursi di sebelah Andi dan duduk) Oh iya, Ndi. Maaf tadi kami meninggalkanmu.
Andi : (Tertawa pahit) Ya, tidak apa-apa.
Didit : Itu salahnya sendiri berteriak-teriak dan tidak langsung kabur.
Erwan : Apa boleh buat, PP memang suka cari korban. (Mereka bertiga tertawa)
Andi : Ada apa kalian memanggilku?
Erwan : (menyamankan posisi duduknya) Sebenarnya kami memutuskan untuk melibatkanmu dalam misi ini. (melirik Didit)
Andi : (Andi duduk tegak, keingintahuannya memuncak) Misi apa?
Erwan : Sebenarnya ini mengenai keluarga Didit. Kau tahu kan masa pemerintahan Orde Baru yang katanya rakyat hidup makmur itu?
Andi : (mengangguk) Ada apa dengannya?
Didit : Ayahku kelahiran Bandung. Sejak kecil beliau punya jiwa patriotisme dan rasa kebenaran yang kuat. Di usia remaja beliau sudah aktif berorganisasi. Kemudian beliau menjadi jurnalis di media yang terkenal saat itu. Informasi-informasi yang disembunyikan oleh pemerintah dibeberkan agar masyarakat tahu kebobrokan dalam sistemnya.
Andi : Oh, mengenai pembersihan masyarakat yang menentang kebijakan Soeharto? Seingatku sebagian besar informasi di media dikuasai pemerintah.
Erwan : Ya, akibatnya para ABRI yang dielu-elukan masyarakat saat itu bertindak sewenang-wenang dengan dalih mengatasnamakan bangsa.
Didit : Ayahku ditangkap karena dituduh bergabung dengan PKI. Padahal beliau tidak pernah sekalipun berniat membunuh orang!
Erwan : Jadi kita disini mencari cara untuk membebaskan ayah Didit.
Andi : Kenapa bisa ditangkap? Bukannya zamannya Soeharto sudah berakhir?
Erwan : Kau tahu, kan apa yang disebut sebagai pengikut setia atau bekas aliansi?
Didit : Seperti itulah, jadi mulai sekarang kita akan terus mencari kebenaran mengenai masalah ini. Setiap ada informasi baru, cepat beritahu! Terutama tentang tempat penyekapannya. Waktu dua orang waktu itu membicarakan sesuatu, aku dengar mereka membawanya ke ‘penjara yang biasanya’.
Andi : (merasa bersemangat dan mengepalkan tangan) Baiklah!

Di kelas, mereka selalu bertukar informasi. Semakin lama semakin banyak informasi yang mereka peroleh dan mereka menjadi sahabat yang tidak terpisahkan. Teman-teman sekelas menyebut mereka dengan sebutan ‘Tiga Sekawan’.
Mereka menyelidiki letak insiden-insiden yang terjadi masa Orbar, seperti pembantaian Lubang Buaya, Pembantaian umat muslim, tawanan yang dibunuh tanpa diadili, sampai orang-orang hilang masa itu. Andi, yang bapaknya seorang Polisi, membatu Tiga sekawan yang sedang mencari data tentang penjara tersembunyi.

Polisi : Penjara tersembunyi? Memang pemerintah punya bangunan seperti itu, tapi mengenai letaknya, aku tak tahu dimana.
Andi : Apakah penjara tersembunyi itu ada banyak, Pak?
Polisi : Jumlahnya pun aku kurang yakin. Yang pasti mereka tersebar di wilayah Indonesia.
Polisi 2 : Setidaknya aku pernah dengar cerita kalau memang ada penjara bawah tanah yang sudah tidak digunakan, tapi sudah dihancurkan.
Polisi 3 : Aku baru bekerja di sini, tapi belum pernah dengar ada penjara tersembunyi.
Polisi 4 : Yang aku tahu penyekapan macam itu dulu sering terjadi dan langsung dibereskan di tempat.
Andi : Begitu, Pak? Baiklah, terimakasih, Pak.
(Tiga Sekawan terus menggali informasi di kepolisian, namun nihil)
Andi : (menghela nafas) Informasi kita masih kurang, polisi tidak banyak membantu.
Erwan : Namanya saja tersembunyi, pasti sulit dicari.
Didit : Jangan mengeluh! Setidaknya susun informasi yang kita terima!
Erwan : Selagi kalian menyusun, aku haus. Apa disini ada minimarket?
Didit : Di dekat perempatan. Titip untukku juga! (Erwan pergi meninggalkan Andi dan Didit)
Andi : (membaca-baca informasi yang sudah diterima) Aku penasaran dengan penjara bawah tanah ini. Polisi tadi menyebutkan tempatnya di dekat sini.
Didit : Mau coba periksa?
Andi : (mengangkat bahu) Belum tahu pasti tempatnya. (Beberapa menit kemudian, Erwan muncul tergopoh-gopoh) Ada apa, Wan?
Erwan : Aku dapat informasi baru!
Didit : Dari mana?
Erwan : (agak kebingungan) Aku tidak tahu siapa, yang pasti, dia mantan anggota ABRI! Aku bertemu dengannya saat berjalan ke minimarket, lalu aku dengar gumamannya. Dia termasuk anggota yang melakukan ‘pembersihan’. (Erwan lalu menceritakan apa yang baru saja dialaminya. Dia menceritakan perihal penjara bawah tanah yang ternyata terdapat di hutan kota yang cukup terpencil namun dekat)
Didit : (menatap Erwan dengan curiga) Kau tidak bicara sama orang gila ‘kan?
Andi : Kalau begitu, jelas kita harus menyelidiki penjara bawah tanah itu!

Tiga sekawan memulai penyelidikan di hutan. Mereka memutari hutan dan beberapa kali memutari, sampai mereka menemui lubang yang berukuran kurang lebih 50 cm.
Erwan : Itu lubang? Lubang yang rapi!
Didit : Buat apa lubang di sini?
Andi : Dan lagi, sepertinya ada jalan ke bawah. Jangan-jangan... (Tiga Sekawan bersorak senang namun seseorang mendengar mereka dan berteriak)
?? : Woiii!! Siapa disana?!
Erwan : (melihat wajah garang dan badan kekar orang itu) Waduh, kita ketahuan! Kabur! (Tiga Sekawan berlari tunggang langgang dan tidak berani menoleh ke belakang)

Esoknya, mereka menceritakan hal itu kepada ayah Andi. Ayah Andi mengerti apa yang diceritakan. Tapi dia tidak berpikir negatif.
Ayah Andi : Apakah ia membawa pistol?
Andi : Tidak, Ayah. Tapi ia terlihat garang.
Erwan : Bisa saja dia menyimpan pistol di markasnya.
Ayah Andi : Dia tidak waspada.

Andi : Orang itu, yang kemarin berjaga di sini.
Ayah Andi : Sepertinya ia penjaga hutan ini.
Erwan : Bagaimana Bapak tahu?
Ayah Andi : Lambang di pundaknya itu, lambang penjaga hutan resmi kota.
Andi : Lubangnya ada di dekat mobil jeep itu. Kita harus membuat rencana biar tak diketahui si penjaga!
Didit : Dibuat pingsan saja! Disini banyak balok kayu.
Erwan : Terlalu beresiko, bagaimana kalau gagal dan tertangkap?
Ayah Andi : Meskipun penjaga hutan sudah diamankan, belum ada kepastian apa yang ada di dalam sana.
Didit : Kalau begitu diancam saja setelah ditahan, interogasi! (yang lain mengangguk-angguk, merasa itu adalah ide yang bagus)
Andi : (menyadari karung pasir yang tertata rapi di belakangnya lalu tersenyum penuh kemenangan) Bagaimana kalau kita buat jebakan? Kita butuh tali dan tempat tinggi!

Ayah Andi dan Tiga Sekawan mulai berdiskusi membuat rencana penangkapan Penjaga Hutan. Mereka mendapat kesepakatan dan menyiapkan properti-properti yang dibutuhkan. Andi berperan sebagai penarik perhatian.
Andi : (menimpuk kepala PH dengan kerikil dan berteriak keras) Paak tuaaa!
PH : (melotot melihat Andi) Bocaah!! (berlari mengejar Andi sampai di titik yang ditentukan)
Ayah Andi : Lepaskan karungnya!
Erwan & Didit : (mendorong karung pasir dari arah berlawanan. Keduanya menghantam tubuh PH, membuat PH terjepit di tengahnya dan jatuh. Tiga Sekawan bersorak) Yes!
PH : (masih setengah sadar) Bo... Bocah... Berandaaalll!! (Hendak berdiri, namun segera pingsan setelah bunyi “BUAK!!”)
Didit : (memegang balok kayu yang tadi telah dihantamkan ke kepala PH dengan kedua tangannya)
Ayah Andi : (menepuk kepala Didit) Bagus. Sekarang kita ikat dia. (tanpa disadari, terdengar bunyi tembakan, mengenai Ayah Andi dan membuatnya pingsan)
Andi : Ayahh!!
Didit : Aduh! (seseorang menawannya dari belakang. Didit melihat senjata yang tadi digunakan untuk menembak Ayah Andi)
Penjahat : Mau apa kalian kesini? (melihat Ayah Andi) Polisi? Kalian memanggil polisi?
Erwan : Gawat!
Penjahat : Bocah, di sini bukan taman bermain. (menodongkan pistol ke kepala Didit) Kecuali kalau kalian memang cari mati.
Didit : Lepas! Lepas!
Penjahat : (menekan kepala Didit dengan pistol) Diam! Kutembak kalau bergerak!
Andi : (kebingungan, menoleh ke kanan kiri) Tidak ada senjata, tidak ada apapun!
Penjahat : Jadi, kalian ke sini mau menangkap kami? (menoleh ke belakang dan menggumam) Duh, di saat begini mana si botak itu?
Erwan : Bukan, kami cuma mau membebaskan ayah teman kami!
Didit : Kau menyekap Ayahku! (Didit mulai memberontak sekuat tenaga)
Penjahat : Oh, ayahmu? Berani juga kau, Bocah. Di sini wilayah kekuasaan kami. Ambil sendiri resikonya. Aku tidak peduli mau anak-anak atau orang dewasa, semua harus “dibereskan”. (mendorong Didit dan memaksanya bersujud)
Didit : Ayahku ndak salah! Beliau orang baik-baik!
Penjahat : Itu menurutmu, Nak! (si Penjahat menyimpan pistolnya dan mengambil parang, hendak menggorok leher Didit)
Erwan : (berteriak) Dit!! Jangan!! (berlari hendak mengambil parang dari tangan Penjahat, membuatnya sibuk menyingkirkan Erwan. Hal itu memberi kesempatan bagi Didit untuk berdiri dan menendang perut si Penjahat)
Penjahat : (memegangi perutnya, menahan sakit) Sialan! (Berjalan pelan-pelan kemudian memaksa berlari, hendak menebas Didit dan Erwan bersamaan)
Andi : (berteriak) Minggir! Awas karung pasir!! (Penjahat itu menoleh ke arah Andi dan karung itu menabraknya. Penjahat jatuh tersungkur)

Tiga Sekawan bersorak senang. Erwan meringis kesakitan karena tangannya tergores tajamnya parang dan berdarah.
Didit : (tertawa mengejek) Tadi ‘kan yang mau digorok aku, kenapa malah kamu yang kena?

Akhirnya Ayah Didit berhasil dibebaskan. Ayah Andi juga berhasil dibawa ke rumah sakit tepat waktu. Penjahat dan aliansinya telah diserahkan pada polisi. Erwan dan Didit juga telah mengganti buku perpustakaan yang telah disobek mereka dulu. Andi pun menjadi sedikit terkenal di sekolahnya dengan julukan ‘Tiga Sekawan’.


0 komentar:

Posting Komentar